Tangisan bayi perempuan memecah
ketegangan di rumah bidan, pagi itu. Keluarga si bayi tak henti – hentinya
mengucap Alhamdulillah dari luar ruangan. Dibalik kesenangan itu, sang
bidan keluar ruang persalinan dengan wajah muram, apa yang terjadi?
Namaku
Rizqa Fajria, aku biasa dipanggil Icha. Cerita tentang proses aku lahir ke
dunia ini gak pernah habis ku dengar. Bukan hanya dari keluarga,
tetangga – tetangga yang tahu pun ikut menceritakan hal itu dari mulut ke mulut.
Aku heran, apa yang bikin mereka antusias banget menceritakan hal itu? Bahkan waktu
aku masih kecil, setiap kali aku keluar rumah, mereka selalu ngeliatin aku
dengan muka yang takjub dan langsung cerita ke orang disebelahnya. Geez…. Mereka
terlalu berlebihan.
Aku
lahir hari sabtu tanggal 27 November 1999. Kata Ibu, didaerah rumahku dulu
belum banyak rumah sakit besar. Paling dekat ya Bidan Parin itu. Ibu juga
bilang, aku lahir sebelum waktunya / prematur, yakni di usia kehamilan yang
baru berjalan 7 bulan. Saat aku lahir, beratnya cuma sekilo empat ons. Dan
katanya, ukuran badan aku cuma sebesar botol minum. Warnanya juga merah banget
kaya bayi tikus. Bahkan ibu bilang, dia gak tega menggendong badan aku
saat itu. Bidannya terus – terusan bilang kalau aku diwaktu bayi cuma bisa
bertahan hidup kurang dari 4 jam. Dia bisa bilang gitu karena saat itu
peralatannya belum memadai. Icha kecil tidur diinkubator yang suhunya dinaikkan
terus menerus, bahkan dikelilingi bohlam – bohlam panas supaya bisa bertahan
hidup.
Icha
kecil lebih kuat dari apa yang diprediksi bidan. Empat jam telah terlewati
dengan cepat. Icha kecil masih berjuang untuk bisa bertahan. Lagi – lagi sang
bidan meramal, katanya Icha kecil cuma bisa bertahan sampai 12 jam kedepan. Ibu
cuma bisa menangis mendengar prediksi – prediksi bidan, ibu pasrah dengan apa
yang akan terjadi nanti. Kata ibu, ayah gak henti – hentinya berdoa dan
mengaji disamping inkubator, sambil tangannya menggenggam kakakku yang usianya
masih 2 tahun. Saudara – saudara dari ibu dan ayah bergantian berjaga sambil
terus berdoa agar aku bertahan. Betapa mereka sangat mengharapkan icha kecil
bisa hidup dan tumbuh seperti bayi – bayi lainnya.
Dua
belas jam telah lewat, apa yang diprediksi bidan ternyata salah. Icha kecil
masih bernapas, sesekali ia menangis memberi tanda ia ingin melihat dunia.
Semua orang menangis, ibu sudah tidak peduli lagi dengan prediksi – prediksi
bidan yang bilang kalau bayinya cuma bisa bertahan 2 hari didunia. Ibu yakin,
cepat atau lambat semua orang akan berpulang, dan selama masih diberi waktu
untuk hidup, itulah kesempatan berharga untuk bisa merawat anak – anaknya
dengan baik. Setelah shock itu selesai, dan seluruh keluarga mulai
tenang, Icha kecil dibawa pulang. Masih dengan peralatan inkubator dan bohlam –
bohlam panas, Icha kecil menikmati itu.
Setelah
sebulan dibawa pulang, kondisi Icha berangsur normal. Icha sudah gak
perlu lagi inkubator dan bohlam – bohlam panas, kehangatan keluarga dirumah udah
bisa bikin Icha tumbuh seperti bayi – bayi normal lainnya, tanpa cacat. Ibu
harus izin cuti mengajar selama 1 tahun supaya bisa fokus mengurus anak -
anaknya, ayah juga jadi lebih sering dirumah untuk menjaga kakak. Kata ibu,
pertumbuhan Icha kecil lebih cepat dibanding bayi – bayi lainnya, di usia 1
tahun Icha kecil sudah bisa jalan dan berbicara dengan luwes. Icha tumbuh
menjadi anak kecil yang riang, bawel, dan ngeselin. Ya, hal inilah yang bikin
tetangga – tetangga takjub, bayi sekecil itu bisa tumbuh dengan
perkembangan yang cepat. Dan sampai saat ini pun aku terus menerus bersyukur
kepada Allah, aku dilahirkan di keluarga yang hebat, doa – doa dan kasih sayang
mereka lah yang membuat Icha yang segede botol dan umurnya gak lebih
dari tiga hari itu, bisa tumbuh melampaui apa yang diprediksi orang – orang.
Tahun
demi tahun berlalu, belum lama ini aku merayakan ulang tahunku yang ke-18. Icha
yang sekarang udah gak pernah lagi mendengar prediksi kapan ia akan
meninggal, yang saat ini ia dengar adalah isu – isu sosial dan segala peristiwa
di masyarakat yang membangkitkan rasa ingin tahu dan semangat menyebarkan
informasi yang benar ke masyarakat. Icha yang dulu berjuang untuk bertahan
hidup, kini berjuang untuk meraih impiannya menjadi wartawan professional. Yang
ia tahu saat ini, hidup adalah tentang bagaimana terus berjuang.
Komentar
Posting Komentar